Sabtu, 28 Februari 2015

Implikasi Konsep Wawasan Nusantara terhadap Pengelolaan Wilayah Pesisir



Judulnya susah dicerna menurut pemahaman saya, karena ada istilah “implikasi”. Oleh karena itu sebelum menulis postingan ini alangkah baiknya istilah tersebut disederhanakan berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia yang artinya yaitu keterlibatan atau keadaan terlibat. Singkat saja dapat diartikan sebagai keterlibatan konsep wawasan nusantara terhadap pengelolaan wilayah pesisir. Sebelum mengupas topik ini lebih dalam, ada semboyan terkenal yang sering diucapkan oleh Ir. Soekarno yakni Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah atau disingkat "Jasmerah". Maka dari itu mari menilik siapakan orang yang sangat visioner dalam klaim wilayah perairan kepulauan Indonesia.  
Sejarah Negara Indonesia Menjadi Negara Maritim
  

Tahun 1945 Presiden Amerika Serikat, Harry S. Truman mendeklarasikan klaim Amerika atas kawasan laut di sekitar Amerika hingga Jarak 200 mil laut. Klaim itu kini menjadi norma yang dianut oleh dunia.

Perdana Menteri Indonesia, Djoeanda Kartawidjaja pada tahun 1957, Indonesia mengklaim bahwa semua kawasan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian kedaulatan Indonesia dikenal sebagai Deklarasi Djoeanda. Dulunya Indonesia mengikuti aturan yang ditetapkan Belanda yang hanya bisa mengklaim 3 mil laut yang diukur dari garis pantai masing-masing pulau. Karena Indonesia terdiri dari banyak pulau yang jaraknya relatif jauh satu sama lain, laut Indonesia berupa gugusan yang terpisah satu sama lain. Di antara Pulau Jawa dan Pulau Borneo (Kalimantan), misalnya, ada laut bebas/internasional. Untuk berlayar dari Sulawesi ke Papua, misalnya, sebuah kapal Indonesia harus melewati laut bebas/ internasional.  Perdana Menteri Indonesia, Djoeanda Kartawidjaja, memandang bahwa aturan klaim tiga mil laut ini tidak menguntungkan Indonesia karena Indonesia bukan merupakan satu kesatuan wilayah kedaulatan darat dan laut.


Diplomasi para duta bangsa, Mochtar Kusumaatmadja, Hasjim Djalal, Adi Sumardiman, Nugroho Wisnumurti, Budiman, Toga Napitupulu, Zuhdi Pane, Nelly Luhulima, Hardjuni, dan Wicaksono Sugarda, Indonesia berjuang dengan cara perundingan yang akhirnya dunia mengakui status Indonesia sebagai negara kepulauan dengan disepakatinya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982. Dengan ini laut di antara pulau-pulau Indonesia kemudian diakui sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia.


Delitimasi Batas Maritim
Luas wilayah laut yang dimiliki oleh sebuah negara kepulauan yang telah disetujui pada saat konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) adalah sebagai berikut :






  1. Laut territorial 12 Nautical miles (UNCLOS : PART II. TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS ZONE, SECTION 2. LIMITS OF THE TERRITORIAL SEA, Article 3. Breadth of the territorial sea) 
  2. Zona Terusan 24 NM (PART II. TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS ZONE, SECTION 4. CONTIGUOUS ZONE, Article 33. Contiguous zone 
  3. Zona Ekonomi Eklusif 200 NM (PART V. EXCLUSIVE ECONOMIC ZONE, Article 57. Breadth of the exclusive economic zone) 
  4. Landas Kontinen (PART VI. CONTINENTAL SHELF, Article 76. Definition of the continental shelf
Batas Wilayah sesuai dengan ketentuan diatas tidak dapat diklaim secara sepihak oleh suatu negara, terlebih lagi bagi negara yang berbatasan dengan negara lain, atau istilahnya memepunyai negara tetangga. Dalam hal ini Indonesia memiliki 10 negara tetangga yang mana wilayah lautnya berbatasan dengan wilayah laut Indonesia, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand, Philipina, Timor Leste, India, Palau, Papua Nugini, dan Autralia. Maka sesuai dengan UNCLOS (Article 15. Delimitation of the territorial sea between States with opposite or adjacent coasts, Article 74. Delimitation of the exclusive economic zone between States with opposite or adjacent coasts, Article 83. Delimitation of the continental shelf between States with opposite or adjacent coasts) Indonesia wajib menentukan batas maritim dengan negara tetangga.
Indonesia mulai melakukan penetapan batas wilayah sejak tahun 1969 yang telah disepakati dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut China Selatan. Kemudian setelah itu disusul dengan penetapan di beberapa wilayah dengan India, Thailand, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, Australia, dan Filipina. Untuk kesepakatan batas maritim dengan Palau dan Timor Leste sampai saat ini masih belum ada kesepakatan.
Karena belum ada penetapan batas maritim yang jelas antara Indonesia dengan negara tetangga dapat menimbulkan konflik, misalnya wilayah laut yang digambarkan dalam peta masing-masing Negara berbeda satu sama lain sebab masih merupakan klaim sepihak oleh masing-masing negara. Hal tersebut telah terbukti dengan adanya beberapa kasus pencurian ikan oleh nelayan.


Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)
Alur laut yang ditetapkan Sebagai HAK alur untuk pelaksanaan lintas alur laut kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Ini merupakan alur alur untuk pelayanan dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing tersebut diatas laut untuk dilaksanakan Pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal. Penetapan ALKI dimaksudkan agar Pelayaran dan penerbangan internasional dapat terselanggara secara menerus, cepat dan dengan tidak terhalang oleh ruang dan udara Perairan Teritorial Indonesia. AlKI ditetapkan untuk mengubungkan dua periran bebas, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik meliputi:
  1. ALKI I Aku melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-Laut DKI-Selat Sunda
  2. ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat Makassar-Luatan Flores-Selat Lombok
  3. ALKI III Melintas Sumadera Pasifik-Selat Maluku, Luat Seram-Laut Banda
Sayangnya ALKI yang telah ditetapkan oleh negara Indonesia masih belum diakui secara menyeluruh oleh Dunia Internasional, ALKI tersebut masih dianggap sebagai ALKI parsial artinya masih ada tuntutan untuk penambahan ALKI untuk pelayaran Internasional. Kondisi tersebut menimbulkan beberapa pro dan kontra untuk penambahan ALKI dari arah Timur ke Barat
Pihak yang Kontra mengemukakan bahwa tidak perlu ada penambahan ALKI karena 3 ALKI yang tersedia sudah merupakan jalur pelayaran yang ideal. Sedangkan kalangan yang Pro terhadap penambahan ALKI Timur-Barat  berpendapat bahwa dengan adanya ALKI tambahan maka akan memudahkan dalam pemantauan pelayaran pada daerah tersebut, karena sesuai dengan Artikel 53 pasal 12 UNCLOS menyatakan bahwa apabila suatu negara kepulauan tidak menetapkan jalur pelayaran internasional maka kapal asing bebas melintas di wilayah perairan tersebut.
Berikut gambaran ALKI yang sudah disetujui secara parsial dan ALKI yang diusulkan oleh Negara lain :

Berita dibawah ini merupakan bentuk keterlibatan konsep wawasan nusantara terhadap pengelolaan wilayah pesisir dalam kutip pembangunan kemaritiman:
UGM siapkan deklarasi Indonesia bangkit jadi Negara Maritim, demi NKRI
Universitas Gadjah Mada menggelar Kongres Maritim Indonesia pada 23-24 September 2014 di Balai Senat, Kampus UGM. Akhir kongres diagendakan deklarasi kebangkitan Indonesia sebagai Negara Maritim.
Kongres tersebut dalam rangka memperkokoh “Jati Diri” Indonesia sebagai bangsa berkarakter maritim, membangun kesadaran bersama bahwa Indonesia adalah benua Maritim berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika, dan membangun komitmen menjaga kedaulatan negara NKRI seutuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Ketua pelaksana Kongres Maritim, Dr. Yosi Bayu Murti mengatakan, kongres yang dilaksanakan selama dua hari ini diharapkan bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla tekait roadmap kebijakan pembangunan kemaritiman.
“Kita ingin ada keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan maritim, laut bukan lagi sebagai pemisah tapi sebagai penghubung untuk meningkatkan kesejahteran ekonomi rakyat di pulau terluar,” kata Yosi di kantor Pusat Studi Kelautan UGM.
Kepala Pusat Studi Kelautan UGM ini menambahkan, kongres pertama di bidang kemaritiman yang digagas UGM ini akan melibatkan sedikitnya 300 pakar dari berbagai perguruan tinggi, praktisi dan tokoh masyarakat.
Di akhir kegiatan kongres ini, UGM akan menyampaikan deklarasi kebangkitan kembali Indonesia sebagai negara maritim serta sekaligus membentuk Forum Masyarakat Maritim Indonesia.
Kongres Maritim kali ini, rencananya akan mendisikusikan empat persoalan mendasar di bidang kemaritiman yang dihadapi bangsa Indonesia, yakni, pertama, persoalan hukum, hak dan kedaulatan laut Indonesia. Kedua, konektivitas pusat-pusat pertumbuhan ekonomi maritim. Ketiga, kebijakan ekonomi berbasis maritim dan keempat, sosial budaya dan peradaban maritime.
Menurut saya tindakan diatas sangat penting dan strategis dalam pengembangan kemaritiman, karena pada dasarnya jika semua pihak berperanserta mencurahkan pikiran dan pemahaman untuk mencapai suatu tujuan maka InsyaAllah keinginan yang selama ini terpendam bisa terwujudkankan.

Muamar Mujab
12/330042/TK/39234 

Referensi:
Bahan Kuliah 23 Februari 2015 oleh I Made Andi Arsana
Paper "Memagari Laut Nusantara" oleh I Made Andi Arsana