Judulnya
susah dicerna menurut pemahaman saya, karena ada istilah “implikasi”. Oleh
karena itu sebelum menulis postingan ini alangkah baiknya istilah tersebut
disederhanakan berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia yang artinya yaitu keterlibatan
atau keadaan terlibat. Singkat saja dapat diartikan sebagai
keterlibatan konsep wawasan nusantara terhadap pengelolaan wilayah pesisir.
Sebelum mengupas topik ini lebih dalam, ada semboyan terkenal yang sering
diucapkan oleh Ir. Soekarno yakni Jangan
Sekali-kali Melupakan Sejarah atau disingkat "Jasmerah". Maka
dari itu mari menilik siapakan orang yang sangat visioner dalam klaim wilayah
perairan kepulauan Indonesia.
Sejarah Negara Indonesia
Menjadi Negara Maritim
Tahun 1945 Presiden Amerika Serikat,
Harry S. Truman mendeklarasikan klaim Amerika atas kawasan laut di sekitar
Amerika hingga Jarak 200 mil laut. Klaim itu kini menjadi norma yang dianut
oleh dunia.
Perdana Menteri Indonesia, Djoeanda Kartawidjaja
pada tahun 1957, Indonesia mengklaim bahwa semua kawasan laut di antara
pulau-pulau Indonesia menjadi perairan Indonesia dan merupakan bagian
kedaulatan Indonesia dikenal sebagai Deklarasi Djoeanda. Dulunya Indonesia
mengikuti aturan yang ditetapkan Belanda yang hanya bisa mengklaim 3 mil laut
yang diukur dari garis pantai masing-masing pulau. Karena Indonesia terdiri
dari banyak pulau yang jaraknya relatif jauh satu sama lain, laut Indonesia
berupa gugusan yang terpisah satu sama lain. Di antara Pulau Jawa dan Pulau
Borneo (Kalimantan), misalnya, ada laut bebas/internasional. Untuk berlayar
dari Sulawesi ke Papua, misalnya, sebuah kapal Indonesia harus melewati laut
bebas/ internasional. Perdana Menteri
Indonesia, Djoeanda Kartawidjaja, memandang bahwa aturan klaim tiga mil laut
ini tidak menguntungkan Indonesia karena Indonesia bukan merupakan satu
kesatuan wilayah kedaulatan darat dan laut.
Diplomasi para duta bangsa, Mochtar
Kusumaatmadja, Hasjim Djalal, Adi Sumardiman, Nugroho Wisnumurti, Budiman, Toga
Napitupulu, Zuhdi Pane, Nelly Luhulima, Hardjuni, dan Wicaksono Sugarda,
Indonesia berjuang dengan cara perundingan yang akhirnya dunia mengakui status
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan disepakatinya Konvensi PBB tentang
Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982. Dengan ini laut di antara pulau-pulau Indonesia
kemudian diakui sebagai bagian dari kedaulatan Indonesia.
Delitimasi Batas Maritim
Luas wilayah laut yang dimiliki oleh sebuah negara kepulauan
yang telah disetujui pada saat konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) adalah
sebagai berikut :
- Laut territorial 12 Nautical miles (UNCLOS : PART II. TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS ZONE, SECTION 2. LIMITS OF THE TERRITORIAL SEA, Article 3. Breadth of the territorial sea)
- Zona Terusan 24 NM (PART II. TERRITORIAL SEA AND CONTIGUOUS ZONE, SECTION 4. CONTIGUOUS ZONE, Article 33. Contiguous zone
- Zona Ekonomi Eklusif 200 NM (PART V. EXCLUSIVE ECONOMIC ZONE, Article 57. Breadth of the exclusive economic zone)
- Landas Kontinen (PART VI. CONTINENTAL SHELF, Article 76. Definition of the continental shelf)
Batas Wilayah sesuai dengan ketentuan diatas tidak dapat
diklaim secara sepihak oleh suatu negara, terlebih lagi bagi negara yang
berbatasan dengan negara lain, atau istilahnya memepunyai negara tetangga.
Dalam hal ini Indonesia memiliki 10 negara tetangga yang mana wilayah lautnya
berbatasan dengan wilayah laut Indonesia, diantaranya Malaysia, Singapura,
Vietnam, Thailand, Philipina, Timor Leste, India, Palau, Papua Nugini, dan
Autralia. Maka sesuai dengan UNCLOS (Article 15. Delimitation of the
territorial sea between States with opposite or adjacent coasts, Article 74. Delimitation
of the exclusive economic zone between States with opposite or adjacent coasts,
Article 83. Delimitation of the continental shelf between States with opposite
or adjacent coasts) Indonesia wajib menentukan batas maritim dengan negara
tetangga.
Indonesia mulai melakukan penetapan batas wilayah sejak
tahun 1969 yang telah disepakati dengan Malaysia di Selat Malaka dan Laut China
Selatan. Kemudian setelah itu disusul dengan penetapan di beberapa wilayah
dengan India, Thailand, Singapura, Vietnam, Papua Nugini, Australia, dan
Filipina. Untuk kesepakatan batas maritim dengan Palau dan Timor Leste sampai
saat ini masih belum ada kesepakatan.
Karena belum ada penetapan batas maritim yang jelas antara
Indonesia dengan negara tetangga dapat menimbulkan konflik, misalnya wilayah
laut yang digambarkan dalam peta masing-masing Negara berbeda satu sama lain sebab
masih merupakan klaim sepihak oleh masing-masing negara. Hal tersebut telah
terbukti dengan adanya beberapa kasus pencurian ikan oleh nelayan.
Alur laut kepulauan Indonesia (ALKI)
Alur laut yang ditetapkan Sebagai HAK alur untuk pelaksanaan lintas alur
laut kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Ini merupakan
alur alur untuk pelayanan dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau
pesawat udara asing tersebut diatas laut untuk dilaksanakan Pelayaran dan
penerbangan damai dengan cara normal. Penetapan ALKI dimaksudkan agar Pelayaran
dan penerbangan internasional dapat terselanggara secara menerus, cepat dan
dengan tidak terhalang oleh ruang dan udara Perairan Teritorial Indonesia. AlKI
ditetapkan untuk mengubungkan dua periran bebas, yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik meliputi:
- ALKI I Aku melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-Laut DKI-Selat Sunda
- ALKI II melintasi Laut Sulawesi-Selat Makassar-Luatan Flores-Selat Lombok
- ALKI III Melintas Sumadera Pasifik-Selat Maluku, Luat Seram-Laut Banda
Sayangnya ALKI yang telah
ditetapkan oleh negara Indonesia masih belum diakui secara menyeluruh oleh
Dunia Internasional, ALKI tersebut masih dianggap sebagai ALKI parsial artinya
masih ada tuntutan untuk penambahan ALKI untuk pelayaran Internasional. Kondisi
tersebut menimbulkan beberapa pro dan kontra untuk penambahan ALKI dari arah
Timur ke Barat
Pihak yang Kontra
mengemukakan bahwa tidak perlu ada penambahan ALKI karena 3 ALKI yang tersedia
sudah merupakan jalur pelayaran yang ideal. Sedangkan kalangan yang Pro
terhadap penambahan ALKI Timur-Barat berpendapat bahwa dengan adanya ALKI
tambahan maka akan memudahkan dalam pemantauan pelayaran pada daerah tersebut,
karena sesuai dengan Artikel 53 pasal 12 UNCLOS menyatakan bahwa apabila suatu
negara kepulauan tidak menetapkan jalur pelayaran internasional maka kapal
asing bebas melintas di wilayah perairan tersebut.
Berikut gambaran ALKI yang
sudah disetujui secara parsial dan ALKI yang diusulkan oleh Negara lain :
Berita
dibawah ini merupakan bentuk keterlibatan konsep wawasan nusantara terhadap
pengelolaan wilayah pesisir dalam kutip pembangunan kemaritiman:
UGM siapkan deklarasi Indonesia bangkit jadi Negara Maritim, demi
NKRI
Universitas
Gadjah Mada menggelar Kongres Maritim Indonesia pada 23-24 September 2014 di
Balai Senat, Kampus UGM. Akhir kongres diagendakan deklarasi kebangkitan
Indonesia sebagai Negara Maritim.
Kongres
tersebut dalam rangka memperkokoh “Jati Diri” Indonesia sebagai bangsa
berkarakter maritim, membangun kesadaran bersama bahwa Indonesia adalah benua
Maritim berdasarkan Bhinneka Tunggal Ika, dan membangun komitmen menjaga
kedaulatan negara NKRI seutuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
Ketua
pelaksana Kongres Maritim, Dr. Yosi Bayu Murti mengatakan, kongres yang dilaksanakan
selama dua hari ini diharapkan bisa memberikan rekomendasi kepada pemerintah
Joko Widodo dan Jusuf Kalla tekait roadmap kebijakan pembangunan kemaritiman.
“Kita ingin
ada keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan maritim, laut bukan lagi sebagai
pemisah tapi sebagai penghubung untuk meningkatkan kesejahteran ekonomi rakyat
di pulau terluar,” kata Yosi di kantor Pusat Studi Kelautan UGM.
Kepala Pusat
Studi Kelautan UGM ini menambahkan, kongres pertama di bidang kemaritiman yang
digagas UGM ini akan melibatkan sedikitnya 300 pakar dari berbagai perguruan
tinggi, praktisi dan tokoh masyarakat.
Di akhir
kegiatan kongres ini, UGM akan menyampaikan deklarasi kebangkitan kembali
Indonesia sebagai negara maritim serta sekaligus membentuk Forum Masyarakat
Maritim Indonesia.
Kongres
Maritim kali ini, rencananya akan mendisikusikan empat persoalan mendasar di
bidang kemaritiman yang dihadapi bangsa Indonesia, yakni, pertama, persoalan
hukum, hak dan kedaulatan laut Indonesia. Kedua, konektivitas pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi maritim. Ketiga, kebijakan ekonomi berbasis maritim dan
keempat, sosial budaya dan peradaban maritime.
Menurut saya
tindakan diatas sangat penting dan strategis dalam pengembangan kemaritiman,
karena pada dasarnya jika semua pihak berperanserta mencurahkan pikiran dan
pemahaman untuk mencapai suatu tujuan maka InsyaAllah keinginan yang selama ini
terpendam bisa terwujudkankan.
Muamar Mujab
12/330042/TK/39234
Referensi:
Bahan Kuliah 23 Februari
2015 oleh I Made Andi Arsana
Paper "Memagari Laut
Nusantara" oleh I Made Andi Arsana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar