Jumat, 27 Maret 2015

Indonesia sebagai Poros Maritim dunia dalam kaitannya dengan posisi Indonesia di Samudera Hindia.

Samudera Hindia adalah halaman depan Indonesia yang merupakan samudera terbesar ketiga di planet ini yang menyediakan sumber kehidupan bagi para nelayan Indonesia, khususnya sepanjang pantai Barat pulau Sumatera dan Jawa. Tidak hanya itu, Samudera Hindia menjadikan Indonesia secara geografis dan geo-strategis menjadi sangat penting dalam konteks kepentingan ekonomi dan juga pertahanan keamanan global.
Visi Presiden Jokowi untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai Negara maritim sangat terkait dengan kepentingn Indonesia di Samudera Hindia. Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, laut a dalah masa depan bagi ekonomi Indonesia. Samudera Hindia memiliki potensi yang sangat prospektif, diantaranya: pasar yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 2,5 milyar;sekitar 70% perdagangan dunia melewati kawasan ini; menyimpan sekitar 55% cadangan minyak dunia dan 40% cadangan gas dunia; memproduksi sekitar 1/3 produksi tuna dunia; serta menyimpan berbagai cadangan mineral yang bernilai ekonomis tinggi.
INDIAN OCEAN RIM ASSOCIATION (IORA)
Sumber: www.iora.net
IORA didirikan pada Maret 1997 dengan negara pendiri Afrika Selatan, Australia, India, Kenya, Mauritius, Oman dan Singapura. Tujuan didirikan IORA untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan pembangunan yang seimbang dari negara-negara anggota. Selain itu, mendorong liberalisasi perdagangan, menghilangkan hambatan dan rintangan dalam meningkatkan arus jasa, investasi dan teknologi di antara negara-negara di Samudera Hindia.
IORA beranggotakan 21 negara, diantaranya: Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, India, Bangladesh, Sri Lanka, Oman, Yemen, Iran, UAE, Somalia, Seychelles, Mauritius, Madagascar, Comoros, Tanzania, Kenya, Mozambique, dan Afrika Selatan.  Sementara dua Negara lainnya, yaitu Maldives dan Myanmar diharapkan dalam waktu dekat akan segera bergabung ke dalam IORA. Disamping itu IORA memiliki enam Negara mitra dialog, yaitu: Jepang, AS, Perancis, Inggris, Mesir, dan  China.
Berbagai Permasalahan di Samudera Hindia
Kasus rumit yang terjadi di Samudera Hindia seperti; bajak laut (di pantai lepas Somalia), atau keberadaan negara non-penandatangan non-proliferasi nuklir, dan ketidakjelasan proyeksi militer Amerika Serikat dari Diego Gracia. Lalu, peta regional di kawasan Pasifik juga masih menunjukkan berbagai hambatan. Seperti diketahui, ada sengketa yang sedang berlangsung di Asia Timur yaitu memanasnya konflik di Laut Cina Selatan, kendati forum ASEAN dan APEC telah menghimbau agar negara-negara di Asia Timur tetap bekerja sama dan menjunjung tinggi kepentingan bersama.
Beberapa tahun terakhir ini, upaya untuk memperkuat IORA telah dicoba. Misalnya, selaku Ketua IORA saat ini, Australia telah mengusulkan inisiatif kerjasama ekonomi dalam bentuk IORA Bussiness Week. Negeri Kangguru ini juga menyiapkan dana sebesar 1 juta dollar untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di wilayah Samudera Hindia. Yang tak kalah penting, IORA telah menyatakan bahwa keamanan maritim sebagai prioritas utama, sebagaimana yang terungkap dalam pertemuan Dewan Menteri IORA ke-13 di Perth bulan lalu.
Saatnya Indonesia Memainkan Peran
Untuk menghindari adanya persaingan dan perebutan pengaruh di kawasan regional Samudera Hindia, diperlukan upaya yang lebih besar untuk menjaga stabilitas kawasan. Dan di sinilah Indonesia dapat memainkan peran, membantu memperkuat dan mengubah IORA menjadi sebuah forum regional yang disegani.
Selaku pendukung lawas dari regionalisme di Asia Timur, Indonesia memiliki posisi ‘cantik’ untuk menerapkan konsep persamaan di Samudera Hindia. Indonesia berperan dalam mencetuskan Piagam ASEAN. Selain itu, salah satu warisan Indonesia yang sangat fenomenal adalah Traktat Persahabatan dan Kerjasama (TAC) yang menjadi pondasi utama dalam membangun perdamaian dan kerjasama. Di Samudera Hindia, Indonesia juga tidak memiliki konflik dengan negara lain. Bersama Malaysia dan Singapura, Indonesia bahkan mencontohkan  kerjasama keamanan trilateral dalam Malacca Strait Sea Patrol.
Karena itu, selama dua tahun menjadi Ketua IORA, Indonesia bisa mempertimbangkan untuk mereformasi 5 hal berikut ini;
Pertama, secara konseptual guna membangun kepentingan dan norma-norma bersama, Indonesia bisa mengusulkan perjanjian serupa TAC untuk IORA. Perjanjian persahabatan dan kerjasama seperti ini dinilai mampu untuk membangun kepercayaan, dan meminimalisir kecurigaan. Saat ini IORA Charter hanya mencakup aspek ekomomi, dan mengabaikan unsur keamanan dan keselamatan yang tak kalah penting.
Kedua, Indonesia bisa mengusulkan agar pengambilan keputusan dalam struktural IORA, tidak lagi berada di level Dewan Menteri, melainkan langsung berdasarkan kesepakatan dari kepala negara/ kepala pemerintahan. Hal ini akan menjadi langkah penting guna mendorong kerjasama politik yang lebih erat antar anggota. Dengan menggelar Konferensi Tingkat Tinggi, diharapkan agar berbagai agenda yang telah disusun bisa berjalan dengan lebih terstruktur dan sistematis. Selain itu, pertemuan di tingkat menteri juga harus dilakukan, termasuk Menteri Pertahanan, yang akan fokus dalam mengatasi masalah keamanan dengan upaya yang lebih komprehensif.
Ketiga, IORA harus lebih aktif dalam membawa mitra dialognya untuk melakukan proyek dan kerjasama yang lebih luas. Sangat penting untuk menjaga kekuatan eksternal agar tidak merasa terpinggirkan dari inisiatif dan kerjasama di IORA. Mitra dialog harus didorong untuk berpartisipasi dalam proyek-proyek IORA, termasuk penetapan berbagai kebijakan dan kontrol keamanan.
Sebagai anggota G-20, Indonesia diyakini akan dapat berperan besar memperkuat kerjasama IORA di masa datang.  Negara-negara anggota IORA lainya berharap pengalaman dan peran sentral Indonesia di ASEAN sebagai asosiasi kerjasama Negara-negara berkembang tersukses di planet ini akan dapat membawa perubahan yang signifikan dalam kerjasama IORA.
Laut adalah masa depan dan akan menjadi tulang punggung perekonomian di masa yang akan datang. Semoga keketuaan Indonesia di IORA pada periode 2015 – 2017 akan sukses membawa gerbong kerjasama yang semakin solid dan dirasakan manfaatnya oleh semua Negara anggota.
Indian Ocean Academic Forum (IOAF)

Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Sumatera Barat yang menggagas pembentukan ‘Indian Ocean Academic Forum’ (IOAF) bersama 16 perguruan tinggi lainnya di Indonesia. Mereka siap membantu pemerintah merumuskan kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan Samudera Hindia.
IOAF organisasi yang dibentuk untuk mengembangkan pemikiran dan inovasi baru dalam bidang pendidikan dan penelitian, yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan Samudera Hindia secara optimal dan berkelanjutan.
Pendirian IOAF ini erat kaitannya dengan ditetapkannya Indonesia akan menjadi Ketua Indian Ocean Rim Association (IORA) periode 2015 hingga 2017. Keanggotaan IOAF berasal dari 17 perguruan tinggi dalam dan luar negeri, serta didukung oleh perwakilan dunia usaha dan intansi pemerintahan baik daerah maupun pusat.
Kementerian Luar Negeri RI selaku ‘vocal point’ IORA tengah melakukan berbagai persiapan bagi kekuatan Indonesia pada IORA dimaksud. Utamanya untuk mendorong kerja sama di enam bidang prioritas, seperti keselamatan dan keamanan maritim.
“Kemudian, di bidang perdagangan, investasi, manajemen perikanan, penanggulangan bencana, kerja sama akademik dan IPTEK, turisme serta pertukaran budaya,” katanya.
Pada pertemuan Pra-Launching IOAF, telah dikeluarkan kesepakatan untuk empat agenda. Yakni menyusun anggaran dasar organisasi, pembentukan Dewan Eksekutif organisasi, penyusunan rencana kerja prioritas, dan penyusunan langkah strategis launching IOAF.
Sementara itu, salah satu anggota dewan pendiri IOAF yang juga Rektor Universitas Bengkulu Dr Ridwan Nurazi, SE, M.Sc, menjelaskan forum ini mulai digagas dan menjadi perbincangan hangat di kalangan akademisi sejak setahun yang lalu.

Diharapkan, IOAF menjadi wadah bagi akademisi dalam mewujudkan upaya nyata mendorong program nasional untuk menjadikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden RI.

Referensi:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/ipb-nasional/14/09/16/nbzxhq-pksplipb-mendukung-kerjasama-indian-ocean-rim-association-iora
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/209-diplomasi-februari-2015/1833-indian-ocean-rim-association-iora-peran-indonesia-memperkuat-kerjasama-di-kawasan-samudera-india.html
http://jurnalmaritim.com/2015/02/ioaf-bantu-pemerintah-rumuskan-pengelolaan-samudera-hindia/
http://liputanislam.com/analisis/posisi-indonesia-di-samudera-hindia/

Jumat, 20 Maret 2015

Ekosistem Pesisir & Sumber Daya



Pesisir dalam pengertian secara umum merupakan kawasan peralihan antara daratan dan lautanatau daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah pesisir terdiri dari beberapa ekosistem dengan komposisi penyusun ekosistem yang berbeda. Ekositem yang dapat kita temukan di wilayah pesisir antara lain ekosistem mangrove, ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang. Pada tiap ekosistem disusun oleh komponen yang berbeda, ini yang menjadikan pesisir memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi.
Ekosistem mangrove
Sumber:libregraphics.asia
 Merupakan ekosistem yang menandai perbatasan antara zona terestrial dengan zona perairan. Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai pada ekosistem mangrove antara lain dari jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacu sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis crustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.); jenis laba-laba (Argipe sp., Nephila sp., Cryptophora sp.); jenis ikan seperti ikan glodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit (Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air (Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp.), tupa (Callosciurus sp.), golongan primata (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah madu, kelelawar dan lain-lain (Murdiayanto, 2003). 

Ekosistem padang lamun
Sumber: www.terangi.or.id
 Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustacea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001). Lebih jauh lagi kerah laut akan dapat kita temukan ekosistem yang menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun internasional. 

Ekosistem Terumbu Karang
Sumber: ngsuyasa.wordpress.com
Terumbu karang, dengan daya tarik yang luar biasa mampu menarik wisatawan pecinta diving dari seluruh dunia untuk datang ke Indonesia. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998). Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Ekosistem pesisir diciptakan sangat ideal untuk melindungi kawasan tersebut dari ancaman. Hutan sagu, nipah dan mangrove merupakan filter alami penyaring sedimentasi dari darat sehingga melindungai kawasan lamun dan terumbu karang yang rentan terhadap sedimentasi dari kerusakan. Sebaliknya, ancaman intrusi air laut ke darat juga bisa disaring oleh ekosistem hutan mangrove, nipah dan sagu pesisir, sehingga sumber air bersih sumur masyarakat, lahan pertanian dan sawah di pesisir yang merupakan sumber kehidupan masyarakat tidak terganggu (www.kehati.or.id).
Estuaria
Sumber: bp3ambon-kkp.org
 Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Contoh dari estuaria adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif yang setaraf dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena Estuaria berperan sebagai jebak zat hara yang cepat didaurulang. Beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro (makrofiton) maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun. Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi pasang-surut, sehingga antara lain memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuaria.
Secara umum estuaria mem­pu­nyai peran penting sebagai berikut:
Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang-surut (tidal circulation)
Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan (ikan, udang dan lain-lain) yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan.
Sebagai tempat untuk bereproduksi dan/atau tempat tumbuh besar terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.

Sumberdaya yang dapat diperbaharui
Perikanan (Tangkap, Budidaya, dan Pascapanen), Hutan mangrove, Terumbu karang, Industri Bioteknologi Kelautan dan Pulau-pulau kecil.

Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti
Minyak bumi dan Gas, Bahan tambang dan mineral lainnya serta Harta Karun.
Energi Kelautan seperti; Pasang-surut, Gelombang, Angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion).
Jasa-jasa Lingkungan seperti; Pariwisata, Perhubungan dan Kepelabuhanan serta Penampung (Penetralisir) limbah.
Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resource)
Potensi wilayah pesisir dan lautan lndonesia dipandang dari segi Perikanan meliputi; Perikanan Laut (Tuna/Cakalang, Udang, Demersal, Pelagis Kecil, dan lainnya), Mariculture (rumput laut, ikan, dan kerang-kerangan serta Mutiara, Perairan Umum, Budidaya Tambak, Budidaya Air Tawar dan Potensi Bioteknologi Kelautan.
Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resource)
Pesisir dari Laut Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas, mineral dan bahan tambang yang besar. Potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga, zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium.
Sumberdaya pesisir dan laut menyimpan potensi yang sangat strategis dalam peningkatan pembangunan kawasan timur Indonesia.  Namun demikian, pemanfaatan sumberdaya tersebut belum menunjukkan adanya suatu keseriusan upaya yang optimal dan lestari. Banyaknya ekosistem yang berada didaerah pantai menggambarkan betapa tingginya daya dukung lingkungan pesisir dan laut  terhadap kehidupan masyarakat.  Peningkatan pertumbuhan masyarakat pesisir yang sangat signifikan mendorong upaya pemanfaatan sumberdaya pesisir begitu tinggi dan menyisakan degradasi yang mulai parah.
Beberapa kegiatan yang dapat merusak sumberdaya pesisir dan laut diantaranya :
1.      Kegiatan reklamasi pantai  dapat membunuh jutaan bibit ikan dan hewan laut ekonomis sebagai akibat penimbunan ekosistem lamun. Ekosistem lamun merupakan daerah pembesaran bagi ikan-ikan kecil dan hewan laut lainnya karena menyimpan berjuta makanan yang sangat sesuai untuk ikan-ikan kecil dan hewan ekonomis lainnya.
2.      Konversi Hutan mangrove sebagai lokasi pertambakan dan lokasi pemukiman mendorong degradasi hutam mangrove hingga ribuan  hektar di seluruh kawasan Timur Indonesia.
3.      Penggunaan Bom dan bahan beracun
Sebagian besar masyarakat pesisir sulit untuk menerima masukan yang sifatnya hanya penyuluhan semata tanpa dibarengi dengan intensitas pemberian yang terus menerus. Untuk itu pendekatan strategis yang dapat dilakukan untuk dapat memberikan perubahan pemahaman bagi masyarakat pesisir  adalah dengan pendekatan cultural yang benar-banar berbasis pada kebutuhan masyarakat. Masyarakat akan didorong untuk memanfaatkan sumberdaya secara arif dan bijaksana sehingga keberlangsungan sumberdaya pesisir dan laut dapat terus berlangsung.

Referensi
diakses tanggal 19 Maret 2015.
www.kehati.or.id  diakses tanggal 20 Maret 2015.

Sabtu, 14 Maret 2015

Struktur & Kondisi Wilayah Pesisir Laguna Segara Anakan



Sumber: sanutra.com

Segara Anakan ialah laguna raksasa yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa di perbatasan antara Propinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah. Segara Anakan merupakan laguna di antara Pulau Jawa dan Pulau Nusa Kambangan. Kawasan Segara Anakan merupakan outlet dari 3 (tiga) sungai besar, yaitu Sungai Citanduy, Sungai Cibereum dan Sungai Cikonde serta sungai-sungai kecil lainnya.
Laguna sendiri dalam istilah geografi adalah perairan yang hampir seluruh wilayahnya dikelilingi daratan dan hanya menyisakan sedikit celah yang berhubungan dengan laut. Segara Anakan merupakan kawasan perairan yang unik, karena didominasi hamparan hutan bakau (mangrove) yang sangat luas (Parwati, 2004).
Segara Anakan merupakan salah satu laboratorium alam bagi para peneliti dalam dan luar negeri dari aneka disiplin ilmu, antara lain biologi, geologi, fisika, sosial, ekonomi, budaya dan hukum. Artinya laguna Segara Anakan merupakan laguna yang sangat kaya akan manfaat. Ditinjau dari fungsi sosial ekonomi, ekosistem mangrove di wilayah ini menyangkut siklus kehidupan ikan, udang, kepiting dan fauna lainnya, seperti burung dan aneka reptile. Laguna ini merupakan tempat berkembang biak dan tempat membesar atau berkembangnya anak-anak satwa laut itu sebelum kemudian keluar melalui muara laguna ke laut lepas, Samudera Hindia, untuk selanjutnya ditangkap para nelayan. Hal itu penting buat menunjang keberlanjutan produk perikanan laut setempat yang sangat erat berkaitan langsung dengan kondisi sosial ekonomi nelayan. Sebagai sarana transportasi laut antar kecamatan dan pusat-pusat keramaian di tepi barat, selatan dan timur perairan Segara Anakan, laguna ini sangat vital. Potensi lain adalah daya tarik kepariwisataannya yang kuat (Parwati, 2004).
Hasil survei tahun 1980-an menunjukkan, di Segara Anakan terdapat 26 jenis tumbuhan mangrove dengan tiga jenis vegetasi (tumbuhan). Yang paling dominan adalah jenis api-api, bakau, dan cancang (Bruguiera gymnonthiza) yang sering dimanfaatkan penduduk untuk kerangka bangunan rumah panggung. Mangrove memang merupakan ekosistem paling produktif di antara komunitas laut. Daun-daunnya yang rontok ke air dan kemudian melapuk merupakan tempat mencari makan serta tempat pemijahan berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut bernilai ekonomi tinggi. Kawasan ini berperan besar terhadap tingginya hasil perikanan di Laguna Segara Anakan (Aris Andrianto, 2008).
Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian dari Sastranegara dkk. yang disampaikan dalam makalahnya pada Deutscher Tropentag tahun 2003 di Gottingen. Hasil penelitiannya tersebut menyebutkan bahwa telah ditemukan sedikitnya 15 spesies kepiting bakau di kawasan Laguna Segara Anakan pada tahun 2003. Dan 90% dari jenis tersebut dapat ditemui dengan mudah di kawasan yang tertutup rapat oleh kawasan mangrove yang masih baik di laguna tersebut (Sastranegara dkk., 2003).
Menurut Peneliti Senior dari Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), Odilia Rovara, mengungkapkan, Segara Anakan keunikan ekosistem laguna Segara Anakan ini dapat dilihat dari keberadaan biota yang ada, salah satunya adalah ikan sidat. Ikan ini memiliki kandungan DHA hampir dua kali lipat dibandingkan ikan biasa. "Dari 12 species ikan sidat di dunia, tujuh di antaranya berkembang di Segara Anakan. Hal ini karena kawasan tersebut memiliki ekosistem yang unik (Harian Kompas, 2008).
Oleh Badan Konservasi Segara Anakan dan Nusakambangan, agar konservasi di kawasan lagunan Segara Anakan bisa berjalan, kawasan ini di bagi menjadi tiga zona yaitu: zona inti, zona transisi, dan zona pemanfaatan (Tempo Interaktif, 2009).

Degradasi Laguna Segara Anakan

Dengan tingginya potensi ekologis, sosial dan ekonomi dari Laguna Segara Anakan, laguna ini juga sedang didera berbagai permasalahan yang serius dalam lima puluh tahun terakhir. Berbagai permasalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 hal penting yaitu: (1) Pendangkalan dan penyempitan luas kawasan laguna; (2) Kerusakan kawasan hutan mangrove yang ada di laguna. Kedua kelompok masalah ini saling terkait antara sebab, akibat dan dampaknya.
Laguna Segara Anakan secara kontinyu mengalami degradasi akibat tingkat sedimentasi yang tinggi. Adanya sedimentasi pada perairan tersebut telah mengakibatkan terjadinya pendangkalan serta penyempitan luasan laguna (Boesono S., 2009).
Data dari Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA) yang diperoleh Harian Kompas, pada Desember 2008, menunjukkan, luas perairan Laguna Segara Anakan tahun 1903 masih 6.450 ha. Namun tahun 1939, tinggal 6.060 ha. Jadi, dalam kurun waktu 36 tahun luas wilayah perairan laguna yang hilang akibat sedimentasi mencapai 390 ha. Sekitar tahun 1971, luas Segara Anakan menyusut lagi menjadi 4.290 ha. Hal ini terus berlanjut hingga pada tahun 1984 luas laguna yang memiliki hutan mangrove terluas di Jawa itu mencapai 2.906 ha. Jumlah tersebut pada tahun 1994 atau 10 tahun kemudian menyusut 1.331 ha menjadi 1.575 ha. Luasan tersebut kembali turun pada tahun 2005 atau 11 tahun kemudian menjadi 834 ha. Artinya, dalam kurun waktu 21 tahun, terjadi penyusutan luasan laguna 2.072 ha atau 98,6 ha per tahun (Harian Kompas, 2008).
Penurunan luasan kawasan Laguna Segara Anakan dapat diamati dengan menganalisis seri data penginderaan jauh secara serial. Hal ini  yang kemudian dilakukan oleh LAPAN pada tahun 2004. Dari citra Landsat yang diambil pada tahun 1978, 1993 dan 2002.

Dari seri citra tersebut kemudian dapat disusun pola spasial penurunan luas kawasan Laguna Segara Anakan yang dapat di lihat sebagai berikut:

Dari kedua gambar di atas, dapat diperhatikan bahwa penumpukan sedimen terutama terjadi pada daerah utara laguna. Hal tersebut dimungkinkan karena bagian selatan laguna ialah bagian cekungan yang tidak memiliki arus yang deras. Sedangkan pada bagian selatan, yang mendekati Pulau Nusakambangan merupakan kawasan yang berarus deras.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa dalam perkembangan pengurangan luas kawasan laguna padatahun 1998 – 2003 hanya mengalami pengurangan luas sekitar 60 Ha/tahun. Terdapat indikasi telah terjadi perbaikan kondisi 3 kali lebih baik dari 20 tahun sebelumnya, meskipun pengurangan luas 60 Ha per tahun masih tidak bisa ditolelir (Maryono 2004).
Kerusakan laguna Segara Anakan terutama disebabkan tingginya materi sedimen yang masuk ke dalamnya. Menurut Zuardi (2005), di perkirakan besarnya sedimen yang masuk dari Sungai Citanduy sebesar 8.05 juta ton/tahun, Sungai Cimeneng sebesar 0.87 juta ton /tahun dan Sungai Cikonde 0,22 juta ton/tahun dengan total pasokan sedimen 9.14 juta ton/tahun. Dan total sedimen yang masuk ke Segara Anakan sekitar 8,5 juta ton/tahun keluar ke laut dan sekitar 0,66 juta ton/tahun mengendap di laguna Segara anakan (Zuardi, 2005).

Sumber:

Ita Carolita, Ety Parwati, Bambang Trisakti, Tatik Kartika, dan Gahton Nugroho, 2005. Model Prediksi Perubahan Lingkungan Di Kawasan Perairan Segara Anakan; Makalah dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV ”Pemanfaatan EfektifPenginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa” di UNAIR,LAPAN, Jakarta .

Eti Parwati, 2004. Inventarisasi Dan Prediksi Dinamika Kawasan Pesisir Segara Anakan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh; Makalah Pengantar Falsafah Sains, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Indra Zuardi, 2005. Penyelamatan Laguna Segara Anakan dengan Sudetan, Thesis, Jurusan Teknik Sipil Imstitut Teknologi Bandung, Bandung
Kompas, 2008. Luas Segara Anakan Tinggal Kurang dari 800 Hektar, http://www.kompas.com/news/, upload time: 14 Desember 2008